Sejarah Khulafaur Rasyidin
Khulafaur
Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah
Ar-Rasyidinadalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam,
yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Empat orang tersebut adalah para
sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam
membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah
tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan
konsensus bersama umat Islam.[1]
Sistem
pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi
karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas
yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan
Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Muhammaddengan jelas menunjuk Ali bin
Abi Thalib, khalifah ke-4
bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan
kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu hadits Ghadir Khum.
Secara
resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama
Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur
Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas
pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah
setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan sunnah. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi
gelar khulafaur rasyidin adalah Umar
bin Abdul-Aziz,
khalifah Bani Umayyah ke-8.
Khalifah Abu
Bakar ash-Shiddiq
Abu
Bakar ash-Shiddiq (573 - 634 M, menjadi khalifah 632 - 634 M) lahir
dengan nama Abdus Syams, "Abu bakar" adalah gelar yang diberikan
masyarakat muslim kepadanya. Nama aslinya adalah !Abdullah bin Abi
Kuhafah". Ia mendapat gelar "as-Shiddiq! setelah masuk islam. Nama
sebelum muslim adalah "Abdul Ka'bah". Ibunya bernama "Salma
Ummul Khair", yaitu anak paman "Abu Quhafah". Abu Bakar adalah
khalifah pertama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad. Ia adalah salah seorang
petinggi Mekkah dari suku Quraisy. Setelah memeluk Islam namanya diganti oleh Muhammad
menjadi Abu Bakar. Ia digelari Ash- Shiddiq yang berarti yang
terpercaya setelah ia menjadi orang pertama yang mengakui peristiwa Isra'
Mi'raj.
Ia juga
adalah orang yang ditunjuk oleh Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia dicatat sebagai salah satu Sahabat Muhammad yang
paling setia dan terdepan melindungi para pemeluk Islam bahkan terhadap sukunya
sendiri.
Ketika
Muhammad sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk olehnya untuk
menggantikannya menjadi Imam dalamSalat. Hal ini menurut
sebagian besar ulama merupakan petunjuk dari Nabi Muhammad agar Abu Bakar
diangkat menjadi penerus kepemimpinan Islam, sedangkan sebagian kecil kaum
Muslim saat itu, yang kemudian membentuk aliansi politik Syiah, lebih merujuk
kepada Ali bin Abi Thalib karena ia merupakan keluarga nabi. Setelah sekian
lama perdebatan akhirnya melalui keputusan bersama umat islam saat itu, Abu
Bakar diangkat sebagai pemimpin pertama umat islam setelah wafatnya Muhammad.
Abu Bakar memimpin selama dua tahun dari tahun 632 sejak kematian Muhammad
hingga tahun 634 M.
Selama
dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami
kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa
kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam
ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium. Abu Bakar meninggal saat berusia 61 tahun pada tahun
634 M akibat sakit yang dialaminya.
Abu
Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia.
Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama
tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi
kepada pemerintah Madinah sepeninggal Nabi Muhammad. Mereka menganggap bahwa perjanjian
yang dibuat dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah nabi wafat.
Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan
penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang
melawan kemurtadan). Khalid bin Al-Walid adalah panglima yang banyak berjasa
dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya,
kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa
rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif
terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah
juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan as-sunnah.
Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak
sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan
ke luar Arabia. Khalid bin Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah
al-Hirah pada tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat
panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid bin Abi Sufyan
dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah bin Zaid yang masih
berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid bin Walid diperintahkan
meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke
Syria.
Umar bin Khattab (586-590 - 644 M,
menjadi khalifah 634 - 644 M) adalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam.
pengangkatan umar bukan berdasarkan konsensus tetapi berdasarkan surat wasiat
yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini tidak menimbulkan pertentangan
berarti di kalangan umat islam saat itu karena umat Muslim sangat mengenal Umar
sebagai orang yang paling dekat dan paling setia membela ajaran Islam. Hanya
segelintir kaum, yang kelak menjadi golongan Syi'ah, yang tetap berpendapat
bahwa seharusnya Ali yang menjadi khalifah. Umar memerintah selama sepuluh
tahun dari tahun 634 hingga 644.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya
sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat
Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan
terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan
Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara
beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah
(pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin
(petinggi orang-orang yang beriman).
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan
daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M
dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk,
seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria
sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr bin 'Ash dan
ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria), ibu kota
Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan
Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M.
Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada
tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada
masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah
meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan
Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat,
Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang
sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi
delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah,
Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada
masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga
eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.
Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa
mata uang, dan membuat tahun hijiah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23
H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh
seorang Zoroastrianis, budak Fanatik dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk
menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar.
Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah
seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali,
Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin 'Auf. Setelah Umar
wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah,
melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun
573 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy bani Umayah. Nenek moyangnya
bersatu dengan nasab Nabi Muhammad pada generasi ke-5. Sebelum masuk islam ia
dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua
putri nabi (menjadi khalifah 644-655 M) adalah khalifah ke-3 dalam sejarah
Islam. Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik
menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya
oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih
pengganti sebagaimana dilakukan rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk
meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan keluar, Umar
menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih
Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman
bin Auf, Saad bin Abi Waqash, Thalhah
bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib.
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia,
Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan
Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12
tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan
kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat
berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah
bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu
Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk
menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya
pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari
orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak
rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat
keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan bin
Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang
tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar
Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan
penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat
berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas
terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya
dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah
yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling
berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur
pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid nabi di Madinah.
Para pemberontak terus mengepung rumah
Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali
al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki rumah.
Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos
masuk dan membunuh Khalifah Utsman.
Setelah Utsman wafat, masyarakat
beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah
hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai
pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat
dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para
gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan
terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang
dihadiahkan Utsmankepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada
negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara
orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak
mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah
Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali
menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya
mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan
tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini
dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu
menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah
terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu,
kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari
para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat
tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil
memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah
menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan
nama Perang Shiffin.
Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak
menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di
ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’
al-yahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang
yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya
kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi
Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh
oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
Ringkasan
Ringkasan Sejarah
|
ABU BAKAR AS SIDDIQ
|
UMAR BIN KHATTAB
|
Kepribadian
|
Abu
Bakar terkenal sebagai seorang yang berbudi luhur, rendah hati, dermawan,
ikhlas, pemberani dan pandai berbicara di depan umum. Ia memiliki badan
kurus, mata tajam, kulit putih, rembutnya lebat, dan keningnya lebar.
|
Tegas dan berani, Suka bermusyawarah,
Bersikap adil,
Bersifat sederhana
|
UTSMAN BIN AFFAN
|
ALI BIN ABI THALIB
|
|
Dermawan, Diplomat Ulung, Ramah Dan Sabar,
Adil & Sederhana
|
beliau termasuk orang yang
banyak meriwayatkan Hadits Nabi. Beliau juga terkenal dengan keberaniannya
dan hampir diseluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa
berada dibarisan depan.
|
Ringkasan Sejarah
|
ABU BAKAR AS SIDDIQ
|
UMAR BIN KHATTAB
|
Cara Pengangkatan menjadi Khalifah
|
Pasca
meninggalnya Rasulullah SAW, kaum Anshar (penduduk asli Madinah), berkumpul
di Saqifah bani Saa’idah. Bukan sekadar berkumpul, tapi mereka sedang mendulang
dukungan kepada Sa’ad bin Ubaidah RA sebagai pimpinan, menggantikan Nabi.
Peristiwa tersebut didengar oleh Umar bin Khaththab. Umar lalu memberitahukan
kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Lalu, Umar dan Abu Bakar mengajak Abu Ubaidah
RA menuju ke Saqifah bani Saa’idah.
Sesampainya
di sana, jumlah umat semakin banyak, dan di depan umat itulah Abu Bakar
berpidato agar umat memilih Umar atau Abu Ubaidah. Tapi keduanya menolaknya.
Bahkan Umar dan Abu Ubaidah bersepakat untuk membaiat Abu Bakar. Belum juga mereka
menjabat tangan Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad yang berasal dari kaum Anshar,
menjabat tangan Abu Bakar dan langsung membaiatnya. Dari sini lalu khalayak
membaiat Abu Bakar, baik dari kalangan Anshar, Muhajirin, dan tokoh Islam
lainnya. Abu Bakar tidak lagi sanggup menolak amanah yang diberikan umat
kepadanya.
|
Tatkala
Abu Bakar ash-Shiddiq merasakan ajalnya sudah dekat, ia mengundang para
sahabat untuk membahas siapa penggantinya. Abu Bakar juga menulis surat yang
ditujukan kepada khalayak, yang menjelaskan atas apa pilihannya itu. Abu
Bakar menjatuhkan pilihannya kepada Umar bin Khaththab. “Tapi, kepada para
sahabat, Abu Bakar berkata, ‘Saya menjatuhkan pilihan kepada Umar, tapi Umar
bebas menentukan sikap’.”
Rupanya,
umat juga bersetuju dengan Abu Bakar. Lalu, kepada Umar, Abu Bakar berpesan,
“Sepeninggalku nanti, aku mengangkatmu sebagai penggantiku…” ucap Abu Bakar
pada Umar bin Khaththab.
“Aku
sama sekali tak memerlukan jabatan khalifah itu,” Umar menolak.
Tapi,
atas desakan Abu Bakar dan dengan argumentasi yang membawa misi Ilahi, Umar
luluh dan menerimanya. Sepeninggal Abu Bakar, ketika Umar dilantik jadi
khalifah, ia justru menangis. Orang-orang pun bertanya, “Wahai Amirul
Mukminin, mengapa engkau menangis menerima jabatan ini?”
“Aku
ini keras, banyak orang yang takut padaku. Kalau aku nanti salah, lalu siapa
yang berani mengingatkan?”
Tiba-tiba,
muncullah seorang Arab Badui dengan menghunus pedangnya, seraya berkata,
“Aku, akulah yang mengingatkanmu dengan pedang ini.”
“Alhamdulillah,”
puji Umar pada Ilahi, karena masih ada orang yang mau dan berani
mengingatkannya bila ia melakukan kesalahan.
|
UTSMAN BIN AFFAN
|
ALI BIN ABI THALIB
|
|
Ketika
Umar meninggal dunia, para sahabat berkumpul di rumah Aisyah RA, kecuali
Thalhah yang sedang berada di luar kota. Mereka pun bermusyawarah, siapa
sebaiknya yang patut menggantikan Umar. Di tengah membicarakan mekanismenya,
Abdurrahman angkat bicara, “Siapa di antara kalian yang mengundurkan diri
dari pencalonan ini, maka dia berhak menentukan siapa pengganti Khalifah
Umar.” Tak seorang pun yang berkomentar. Maka, Abdurrahman berinisiatif
mengundurkan diri. Yang lain berjanji akan tetap bersama Abdurrahman, dan
menerima apa yang akan diputuskannya.
Meski
sudah mendapat mandat dari para calon ahli surga, Abdurrahman tak mau gegabah
untuk memutuskan siapa yang mesti dipilih sebagai khalifah. Selama tiga hari
tiga malam Abdurrahman mendatangi berbagai komponen masyarakat untuk didengar
aspirasinya.
Pada
hari ketiga, barulah Abdurrahman memutuskan Utsman sebagai pengganti Umar.
Abdurrahman membaiat Utsman, diikuti oleh para sahabat lainnya, termasuk
mereka yang disebut-sebut oleh Rasulullah SAW sebagai ahli surga.
|
Akhir
hayat Utsman juga sama dengan yang dialami oleh Umar bin Khaththab, dibunuh
oleh seseorang yang tak menyukai Islam terus berjaya. Sepeninggal Utsman, Ali
didatangi oleh kaum Anshar dan Muhajirin. Mereka bersepakat untuk membaiat
Ali. Tapi Ali menolaknya, karena ia memang tidak berambisi untuk menduduki
jabatan duniawi. Tak ada pilihan, tak ada tokoh sekaliber dia. Umat pun terus
mendesak. Akhirnya Ali luluh, dan berucap, “Baiklah, kalau begitu kita
lakukan di masjid saja.” Dan Ali, dibaiat di dalam masjid.
|
|
Ringkasan Sejarah
|
ABU BAKAR AS SIDDIQ
|
UMAR BIN KHATTAB
|
Hal - hal yang telah diperbuat
|
Kekuasaan
yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa
Rasulullah saw, bersifat sentral : kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan,
khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi
Muhammad saw, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah
menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan
ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al Hirah
di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jenderal
yaitu Abu Ubaidah, Amr ibnu ‘Ash, Yazid ibnu Abi Sufyan dan Syurahbil.
Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun. Untuk
memperkuat tentara ini, Khalid ibnu Walid diperintahkan meninggalkan Irak,
dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.
|
Banyak
orang yang menganggap masa pemerintahan Umar bin Khattab adalah masa ekspansi
dan penaklukan besar-besaran. Pantas dikatakan demikian karena kedaulatan
umat Islam meluas sampai mendekati Afganistan dan Cina di sebelah timur,
Anatolia dan Laut Kaspia di Utara, Tunis dan sekitarnya di Afrika Utara di
bagian barat dan kawasan Nubia di selatan. Bukan hanya itu, negeri yang
ditaklukan pun bukan negeri sembarangan, Romawi dan Persia yang sedang berada
dalam masa jayanya.
Namun kehebatan umat Islam ketika itu tidak semata-mata karena kehebatan strategi dan keberanian berperang. Tapi juga didukung oleh stabilitas dalam negeri umat Islam yang kondusif. Umar bin Khattab mampu menciptakan atmosfir pemerintahan yang demokratis, transparan dan penuh ketaatan tehadap Allah SWT. Umar bin Khattab menciptakan sistem pemerintahan yang sebelumnya belum pernah dikenal oleh negeri manapun, termasuk Romawi dan Persia. Umar bin Khattab menciptakan sistem kas Negara (Baitul Maal), sistem penggajian pejabat Negara dan kontrak resminya sebagai pejabat Negara, sistem check and balance antara eksekutif dan yudikatif, dan lain-lain. |
UTSMAN BIN AFFAN
|
ALI BIN ABI THALIB
|
|
Dalam
bidang pemerintahan ini, Ali berusaha mengembalikan kebijaksanaan khalifah
Umar bin Khattab pada tiap kesempatan yang memungkinkan. Ia melakukan
beberapa hal, yaitu:
Membenahi
dan menyusun arsip negara dengan tujuan untuk mengamankan dan menyelamatkan
dokumen-dokumen khalifah.
Membentuk
kantor hajib (perbendaharaan)
Mendirikan
kantor shahib al-Shurta (pasukan pengawal)Mendirikan lembaga qadhi
al-Mudhalim (Usman Said: 85), suatu unsur pengadilan yang kedudukannya
lebih tinggi dari qadhi (memutuskan hukum) atau muhtasib (mengawasi
hukum). Lembaga ini bertugas untuk menyelesaikan perkara-perkara yang tidak
dapat diputuskan oleh qadhi atau penyelesaian perkara banding.
Mengorganisir
polisi sekaligus menetapkan tugas-tugas mereka. Mengenai bidang kemiliteran,
kaum muslimin pada masa khalifah Ali telah berhasil meluaskan wilayah
kekuasaan Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan Sistan
ditumpas, orang Arab mengadkan penyerangan laut atas Konkan (pantai Bombay).
Negarawan yang juga ahli perang ini mendirikan pemukiman-pemukiman militer
di pebatasan Syiria. Sambil memperkuat daerah perbatasan negaranya, ia
juga membangun benteng-benteng yang tangguh di Utara perbatasan Parsi.[27]
|
Bidang Ekonomi
Perdagangan
Sistem kebijaksanaan perdagangan yang diterapkan
Ali tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan oleh khalifah sebelumnya, Umar
bin Khattab. Ia hanya melanjutkan beberapa kebijakan yang telah dibuat oleh
Umar bin Khattab.
Pertanian
Dalam sektor pertanian ini, khalifah Ali
mengelola beberapa tanah atau lahan yan telah diambilnya dari Bani Umayyah
dan para penduduk lainnya. Hal ini digunakan untuk menambah devisa negara.
Mengelola dan melestarikan kembali Baitul Mal[28]
Baitul Mal merupakan suatu karya budaya Islam
yang berupa perbendaharaan negara dan mempunyai tanggung jawab atas
pengelolaan keuangan dan kas negara. Pada masa pemerintahan khalifah Ali, ia
dengan teguh mengikuti prinsip-prinsip yang telah diterapkan oleh khalifah
kedua Umar bin Khattab. Harta dan kekayaan masyarakat dikembalikan
kepada rakyat dengan adil dan merata.
|
|
Ringkasan Sejarah
|
ABU BAKAR AS SIDDIQ
|
UMAR BIN KHATTAB
|
Akhir hayatnya
|
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus
634 di Madinah karena sakit yang
dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah
di dekat Masjid
Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.
|
Terbunuhnya Umar bin Khattab.
· Umar
meninggal pada tahun 644 pada usia sekitar 52 (ada yang mengatakan 54 dan 60)
tahun, akibat luka-luka yang ditikamkan oleh Abu Lulu’ah, budak dari Persia
milik Mughirah ibn Syu’bah yang tidak puas atas keputusan Umar menyangkut
nasibnya.
· Sebelum
meninggal Umar bin Khattab mnemilih 6 orang dewan Syuro’ untuk memilih
penggantinya, dan mereka dilarang memilih anaknya Umar sendiri Abdullah bin
Umar (lihat proses pemilihan Utsman).
|
UTSMAN BIN AFFAN
|
ALI BIN ABI THALIB
|
|
Utsman
bin Affan terbunuh di rumahnya sendiri pada saat penduduk mesir dan kuffah
beranggapan bahwa Utsman telah melakukan nepotisme dan didukungnya golongan
yang fanatik terhadap Ali bin Abi Thalib dan berharap Ali yang menjadi
kholifah. Anggapan tersebut muncul dari seorang berdarah yahudi yang bernama
Abdullah bin Saba’, hingga akhirnya mereka pergi ke Madinah untuk meminta
Utsaman memecat pejabat yang dianggap menyeleweng atau mengundurkan diri dari
kekholifahan, tetapi permitaan itu ditolak oleh Utsman.
Penolakan
tersebut mengakibatkan konflik yang sangat besar. Mereka mengepung rumah
Utsman dan menyusup kedalam. Utsman yang saat itu sedang membaca Al-Qur’an
dan berpuasa dibunuh oleh Hamron bin Sudan As Syaqy yang kemudian membuka
pintu perpecahan antara kaum muslimin.[12]
|
Kaum
khowarij tidak henti hentinya membuat gaduh di dalam kalangan islam, mereka
berpendapat bahwa pangkal kekacauan yang banyak membawa korban umat islam
adalah tiga orang imam yaitu Ali bin abi thalib, Muawiyah bin Abi sofyan dan
Amr bin Ash. Kaum khowarij mengirim tiga orang[37] yang disuruh untuk membunuh ketiga imam tersebut.
Namun dari ketiga utusan tersebut hanya Abdurrahman bin Muljam yang
berhasil menikam Ali bin Abi tholib saat mengimami sholat subuh di masjid
Kuffah. Sedangkan Al Barak bin Abdillah At Tamimy menunggu Muawiyah selesai
sholat subuh dan menikam Muawiyah, tetapi hanya terkena pinggul dan Al Barak
mati terbunuh ditangan Muawiyah. Yang terakhir adalah Amr bin Bakri membunuh
wakil yang dikira Amr bin Ash karena Amr bin Ash tidak berangkat mengimami
Sholat lantaran sakit perut.[38]
|
No comments:
Post a Comment