Wednesday 22 April 2015

DUNIA PENDIDIKAN BAGAIKAN PANGGUNG SANDIWARA

Hari ini Rabu tanggal 22 April 2015, gw dapat wahyu dari Bapak Edward Hutabarat. cielahh wahyu ktanya ?. ini bapak salah langganan ketik gw di Fikra Comptr. yaa itung - itung ketikin sambil "Kompas" wt ekspos. Thanks You Pak Bos. hhe

"DISKRIMINASI & KOMERSIALISASI
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL, MEMBUAT
KITA SEMAKIN TERTINGGAL"
                Kami membuat judul tajuk Refleksi ini panjang dan berat tentulah berlatar belakang oleh sejumlah alasan, baik yang merupakan pengalaman dan pengamatan dari kehidupan sosial kemasyarakatan, dan berita-berita mass media cetak/elektronik mengenai komersialisasi terhadap dunia Pendidikan Nasional. Kami mencoba memberikan sedikit kontribusi pemikiran pada posisi kami yang terbatas, keterpurukan dan kecarut marutan kehidupan kita, berakar pada hasil sistem pendidikan kita. Sistem pendidikan kita tidak lagi sungguh – sungguh merupakan proses pencerdasan bangsa untuk memanusiakan manusia seutuhnya sebagai subyek dan obyek pembangunan tetapi sebagai ajang komersialisme dan diskriminasi terselubung.          Kami katakan komersialisme dan diskriminasi terselubung, bukan berarti ingin saling menyalahkan diantara kita, melainkan kita telah terperangkap tanpa sadar dalam sistem pendidikan saat ini, kami sebut komersialisme, karena visi pendidikan dibelokkan kepada ajang bisnis. sementara diskriminasi terselubung, karena misi pencerdasan bangsa telah digeser kepada kemampuan ekonomi seseorang, pendidikan adalah hak semua warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 sebagai hak konstitusional.          Komersialisme pendidikan ini telah merampas hak-hak anak bangsa yang kurang beruntung (prasejahtera) untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan meminggirkan mereka dari panggung cita – cita, yang merupakan Human Investment dan Social Capital untuk kepentingan pembangunan nasional, dan generasi muda ini adalah asset masa depan bangsa, harapan dan optimisme ini yang diharapkan menjadi kenyataan untuk menentukan masa depan suatu bangsa.          Diskriminasi terselubung yang mengedepankan kemampuan ekonomi ini juga telah melahirkan anak bangsa yang berwatak diskriminatif.          Kami ingin mengungkapkan krisis multidimensional yang menerpa sendi – sendi kehidupan saat ini, disebabkan oleh karena kita tidak memiliki integritas personal, namun dikuasi oleh kepentingan pribadi, kelompok dan golongan yang semakin tidak menentu. sebagai output atau hasil dari sistem Program Pendidikan Nasional.          Lemahnya komitmen pemerintah terhadap pendidikan terlihat dari skala prioritas yang selama ini masih berbasiskan pada masalah politik skala tinggi dan teknologi yang esensinya tidak menyangkut pada pembangunan sumber daya manusia seutuhnya dalam rangka membangun teknosofi.          Penilaian ini adalah bentuk Solidaritas dan partisipasi sesama anak bangsa membantuProgram Pemerintah dibidang Pendidikan, dengan harapan mari kita merajut kembali semangat kebersamaan Nasional untuk menggalang kekuatan menghadapi kondisi dan situasi bangsa agar kita dapat keluar dari deraan krisis multidimensional. Urun rembug ini adalah upaya agar kita bangkit dan menatap kehidupan yang akan datang yang masih berkedip diantara kita sebagai sesama anak bangsa. Mari kita bertanya didalam hati kita masing – masing, apakah anak – anak kita ini terutama dari keluarga ekonomi lemah, Petani, nelayan, buruh, kaum miskin atau prasejahtera/termarginal yang mendapat upah pas – pasan untuk hidup masih mendapatkan tempat untuk memperoleh haknya dan sudah mengabaikan hak anak-anak ini dalam pendidikan.            Undang - undang No.20 Tahun 2003 tentang istilah nama SMP dan SMA gonta ganti, dari SMP ke SLTP kembali ke SMP dan dari SMA ke SLTA dan ke SMU kembali lagi ke SMA. Yang kesemuanya ini adalah untuk kepentingan yang tidak jelas yang tidak ada hubungannya sama sekali terhadap peningkatan mutu perbaikan pendidikan. Pergantian atribut pendidikan yang berhubungan dengan pergantian nama yang kelihatannya semua sederhana namun berdampak sangat besar, termasuk ganti buku – ­buku pelajaran, dokumen administrasi dan papan nama sekolah – sekolah diseluruh tanah air yang semuanya harus diganti (pemborosan anggaran pendidikan).
          Bahkan yang terjadi selama ini yang kita saksikan misalnya saja, ganti menteri, ganti kurikulum. Dunia pendidikan semestinya adalah ikhtiar sistematis, konseptual, dan visionir, untuk melahirkan generasi baru yang lebih baik, ternyata di Negeri ini sebaliknya membuat kita semakin tertinggal.
          Upaya memperingan dan menyederhanakan program pendidikan. Bolehlah kita menoleh pada program pendidikan di masa silam diera tahun 1950'an yang sarana dan prasarana pendidikan disediakan di sekolah oleh pemerintah dan buku - buku pelajaran dapat diwariskan dari anak satu ke anak lain, agar orang tua tidak perlu membeli buku, juga istilah daftar ulang dan lain­lain yang sangat membebani murid sudah saatnya dihentikan. Ada banyak bukti mengenai hal itu.
          Masih dalam ingatan kita bahwa diera tahun 1960'an kala itu menjadi kebanggaan bagi pelajar dan mahasiswa dari Malaysia belajar ke Indonesia, bahkan merecruitment tenaga - tenaga pengajar dari Indonesia sebagai tenaga pengajar di Malaysia, ironisnya yang terjadi saat ini adalah sebaliknya menjadi kebanggaan bagi pelajar Indonesia mengecap pendidikan ke Malaysia. Semua ini adalah, kita telah mengabaikan program pendidikan kita.          Kita tentu merasa cemas apakah anak – anak ini masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dari tingginya biaya pendidikan. Untuk modal bersaing dalam kehidupan global, sudah saatnya pemerintah beserta kekuatan lapisan masyarakat mempersiapkan generasi baru bangsa, untuk dapat bersaing dalam kehidupan global saat ini.
          Meningkatnya jumlah anak - anak Indonesia dibawah usia dewasa saat ini harus bekerja keras membantu keuangan keluarga oleh kerena krisis ekonomi yang berkepanjangan, dimana seharusnya mereka ini masih dalam usia sekolah dan belajar.
lronisnya tercermin dari kehidupan generasi ini tentang kenakalan remaja, antara lain, tawuran antar pelajar, pembajakan dan perampokan, pergaulan bebas "pranikah" dan ketergantungan terhadap penyalahgunaan narkoba yang sangat mencemaskan.
        Apakah mereka kini dan kelak masih dapat menikmati hidup rukun, damai dan sejahtera berdampingan dalam kemajemukan sebagai anak bangsa tanpa diskriminasi, sulitnya bagi mereka untuk mendapatkan lapangan pekerjaan oleh karena lemahnya Pendidikan dan putus sekolah. Berikut besarnya jumlah pekerja yang di PHK, sementara angka pengganguran yang semakin melonjak, hal ini akan memperburuk ketertiban umum "KAMTIBMAS".
        Oleh karenanya yang ingin dicapai dari semua ini, tentu kita semua bagian elemen anak bangsa merasa terpanggil, tidak baik bila terlilit benang kusut dan keputusasaan oleh karena deraan krisis saat ini. Kami ingin semangat kebersamaan dan integritas yang kita miliki kita berdayakan kepada sesama sebagai pengabdian, oleh dan untuk masyarakat, tidak seorangpun diantara kita yang harus memikul beban berat hanyut dalam arus deras krisis dan tuntutan hidup yang kian berat, sudah saatnya kita untuk meningkatkan mutu perbaikan sistem pendidikan kita menuju sukses pendidikan. Untuk itu mari kita meraih hak dan kekuatan sebagai salah satu pintu utama keluar dari deraan multi krisis saat ini.          Kendati krisis ekonomi dan keuangan yang sangat memberatkan sendi - sendi kehidupan kita. Namun di dalamnya masih terkandung potensi kekuatan yang sangat luar biasa. Yang bisa kita proyeksikan menjadi modal dasar dana subsidi Pendidikan Nasional. Dalam hal ini bolehlah kita menoleh kepada partisipasi aktif masyarakat untuk berperan serta memberi konstribusi kepada sesama. Di tengah krisis yang mendera kita, namun kita tetap berada pada poros produksi dan konsumsi yang cukup besar sesuai kebutuhan. Tentu kita bisa membagikan sedikit laba dari penjualan konsumsi belanja kita untuk subsidi biaya pendidikan.
          Dengan pembaharuan paradigma sistem Pendidikan Nasional melalui subsidi dan membangun Percetakan maupun Balai Pustaka untuk mencetak buku - buku ajar. Oleh pemerintah beserta masyarakat, sehingga benar - benar mampu memutar roda pendidikan kearah gratis tanpa biaya apapun, hal ini yang ditunggu dan dinantikan oleh masyarakat. Komersialisasi dan Diskriminasi terhadap dunia pendidikan terhenti dengan sendirinya.
          Membangun lembaga keuangan pendidikan khusus mengelola dana subsidi pendidikan sebagai partisipasi masyarakat melalui INPRES.
          Semuanya itu haruslah tetap dalam dukungan kontrol ketat dan terbuka bagi masyarakat luas. Di sinilah kita perlu berbela rasa, langkah ini harus mendapatkan dasar hukum untuk menjadi landasan operasionalnya, kemauan politik pemerintah dan masyarakat. Pembaharuan secara mendasar tentang sistem program pendidikan nasional adalah kunci agar kita dapat keluar dari krisis dan meninggalkan praktek KKN Kolusi Korupsi dan Nepotisme, diemban oleh generasi baru bangsa yang berkarakter, ini menjadi salah satu tuntutan kehidupan yang paling mendesak.
          Marilah kita peduli terhadap program pendidikan Nasional guna melahirkan generasi baru bangsa yang bersih, sebagai generasi yang mampu mengeksploitasi dan mengeksplorasi untuk memproyeksikan sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya kelautan yang sangat menantang secara bersahabat dan berkelanjutan menuju kejayaan Indonesia. Setelah kejayaan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit pada abad - abad sebelumnya, menuju cita - cita Proklanlasi 17 Agustus 1945.
     OIeh BapakEdward HutabaratPengamat Pendidikan Nasional 

No comments:

Post a Comment