BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk sosial, yang kesehariannya selalu
berintraksi dengan mahluk lainnya. Baik itu sesama manusia atau lingkungan
sekitar nya. Dari sifat sosialnya inilah yang membawa pengaruh terhadap
berbagai aspek dari kehidupannya, disadari ataupun tidak disadari, sebagai
contoh: orang tua kita dalam mendidik kita kadang terpengaruh oleh orang tuanya
ketika mendidiknya, atau seorang guru yang menganut faham gurunya dalam
mendidik muridnya.
Dari pengaruh itulah, kadang tanpa disadari kita telah
mempelajari psikologi. Yang mana psikologi adalah disiplin ilmu yang didalamnya
mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan perilaku. Maka sudah sewajarnya
kalau Rita L. Atkinson mengatakan kalau “Tidak ada orang pada kini yang mengaku
tidak mengenal psikologi”. Maka dari itu penulis mencoba untuk menulis
makalah ini yang didalamnya menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan
psikologi. Dengan mengangkat judul “objek,ruang lingkup dan manfaat psikologi”
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis
merumuskan pembahasan yang akan dipaparkan dalam makalah ini dengan:
1. Apa psikologi
itu?
2. Apa saja objek dan ruang lingkup psikologi itu?
3. Apa manfaat psikologi itu ?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
Setiap sesuatu pasti mempunyai tujuan, begitu pula dengan makalah
ini, penulis menulisnya dengan tujuan:
-
Untuk menjelaskan apa psikologi
itu
-
Untuk menjelaskan apa saja
objek dan ruang lingkup psikologi itu
-
Untuk menjelaskan ada saja
manfaat psikologi
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar. (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons,
maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme –
Respon.
Dilihat dari bentuk respon
terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo,
2003) :
1.
Perilaku tertutup (convert
behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap
stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2.
Perilaku terbuka (overt
behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain.
2.2. Klasifikasi Perilaku
Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah
suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,
serta lingkungan. Dari
batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health
maintanance).
Adalah perilaku atau
usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit
dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem
atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health
seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut
upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.
2.3. Domain
Perilaku
Menurut Bloom, seperti dikutip
Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan),
meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas.
Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu
mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri
dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife
domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).
Dalam perkembangan selanjutnya
oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain
itu diukur dari :
1. Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang :
a. Faktor Internal : faktor dari dalam diri
sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.
b. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri,
misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
c. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya
belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.
Ada enam tingkatan domain
pengetahuan yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai
mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang
sebenarnya.
d. Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih
dalam suatu struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.
e. Sintesa
Sintesa menunjukkan suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan baru.
f. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan
kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi /
objek.
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep
terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap
suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Seperti halnya pengetahuan,
sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap
tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling
tinggi.
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap
menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support)
praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai
objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik
tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator
praktik tingkat kedua.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah
merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga
4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik
atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat
dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan
yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall).
Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden.
Menurut penelitian Rogers (1974)
seperti dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan
yakni :
a. Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut
menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik
pada stimulus
c. Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap
baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
d. Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai
mencoba perilaku baru.
e. Menerima (Adoption)
Dimana subyek telah
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus.
2.4. Asumsi
Determinan Perilaku
Menurut Spranger membagi
kepribadian manusia menjadi 6 macam nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu
nilai budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku
manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan
sebagainya.
Namun demikian realitasnya
sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor
lain diantaranya adalah pengalaman, keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya
dan sebagainya. Proses terbentuknya perilaku dapat diilustrasikan pada gambar
berikut :
·
Pengalaman
·
Keyakinan
·
Fasilitas
·
Sosio-budaya
·
Pengetahuan
·
Persepsi
·
Sikap
·
Keinginan
·
Kehendak
·
Motivasi
·
Niat
2.5. Perilau Manusia menurut Berbagai
Aliran
2.5.1. Manusia menurut
aliran psikoanalisis
Manusia menurut aliran
yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini adalah makhluk yang digerakkan oleh
suatu keinginan yang terpendam dalam jiwanya (homo Volens). Aliran
psikoanalis secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia, Fokus aliran ini
adalah totalitas kepribadian manusia bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah.
Menurut aliran ini,
perilaku manusia dianggap sebagai hasil interaksi sub sistim dalam kepribadian
manusia yaitu:
1.
Id, yaitu bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis
manusia merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan
dan cenderung memenuhi kebutuhannya .Bersifat egoistis, tidak bermoral dan
tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani yang terdiri dari dua
bagian:
1). Libido
- insting reproduktif penyediaan energi dasar untuk kegiatan – kegiatan
kosntrukstif disebut juga sebagai insting kehidupan (eros)
2). thanatos –
insting destruktif dan agresif
2.
Ego, berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego Adalah mediator antara
hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Egolah yang
menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebgai wujud
rasional. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas
3. Super ego
yaitu unsur yang menjadi polisi
kepribadian, mewakili sesuatu yang normatif atau ideal super ego disebut juga
sebagai hati nurani,merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultur
masyarakat. Super ego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlainan
dibawah alam sadar.
Dari hal tersebut di atas maka
menurut psikoanalis perilaku manusia adalh merupakan interaksi antara komponen
biologis / unsur hewani (id), komponen psikologis / unsur akal rasional
(ego) dan komponen sosial / unsur moral (super ego ).
b. Manusia menurut aliran
behaviorisme
Manusia menurut aliran ini adalah homo
mechanicus atau perilakunya digerakkan oleh lingkungannya. Manusia
berperilaku sebagai hasil belajar yaitu perubahan perilaku akibat pengaruh dari
lingkungannya. Dari sini timbul “teori belajar” dan teori “tabula rasa”.
Manusia dalam teori tersebut dianggap sebagai kertas putih atau meja lilin
ketika lahir artinya manusia belum memiliki “warna mental”. Pada
perkembangannya yang menyebabkan berubahnya dan bertambahnya warna mental
tersebut adalah pengalaman. Secara singkat maka aliran ini menekankan bahwa perilaku
manusia, kepribadian manusia, serta tempramen didasarkan pada pengalaman
inderawi (sensory experience).
Konsep perilaku manusia di
atas oleh salah tokoh aliran ini Ivan Pavlov disempurnakan dengan metode yang
disebut pelaziman klasik . Pada metode ini perilaku manusia disebabkan adanya
stimuli yang terkondisi atau bersifat netral dengan stimuli yang tak
terkondisikan. Hipotesis
tersebut menunjukkan bahwa organisme bisa diajar
bertindak dengan pemberian sesuatu rangsangan. Untuk menggambarkan metode ini
oleh Pavlov melakukan eksperimen dengan seekor anjing
yang dikondisikan dengan stimulus tertentu. Pada akhirnya didapati dalam
eksperimen tersebut bahwa apabila anjing melihat bekas makanan maka air liur
hewan itu keluar sebagai “hasil belajar' mengaitkan bekas makanan yang dilihat
dengan makanan yang akan diberikan kelak. Sebagai contoh illustrasi bahwa
setiap kali anak membaca majalah dan orang tuanya mengambil majlah tersebut
dengan paksa maka anak tersebut akan benci terhadap majalah.
Konsep tentang perilaku manusia ini kemudian
disempurnakan oleh Skinner dengan metode yang disebut operant conditioning (pelaziman
operan).
Metode ini menerangkan bahwa apabila organisme
menghasilkan sesuatu respon karena mengoper atas stimulus yang diterima
disekitarnya. Menurut
Skinner, pelaziman operan terdiri daripada dua konsep utama yaitu :
a) Peneguhan (reinforcement
) yang terbagi dalam peneguhan positif dan peneguhan negatif.
· Peneguhan Positif
(Positive Reinforcement)
Rangsangan yang bisa menambahkan
pengulangan suatu tingkahlaku dan dilakukan berkali-kali disebut sebagai
Peneguhan Positif.
Contoh: Pekerja yang mencapai
prestasi tinggi dalam kerjanya diberikan bonus. Maka ia kan meningkatkan kinerjanya
pada masa berikutnya
· Peneguhan Negatif (Negative Reinforcement)
Bila ada
rangsangan yang menyakiti atau yang mewujudkan keadaan tidak mengenakan dan
akan dihindari secara berkali-kali disebut sebagai peneguhan negatif. Organisme
kemungkinan mengulang tingkahlaku yang dapat mengelak atau mengurangi keadaan
yang negatif.
b) Denda (punishment)
Adalah Setiap rangsangan
yang menyebabkan pengulangan suatu respon tingkahlaku yang dikurangi atau
dihapuskan sama sekali . Contoh: Anak yang tidak membantu ibu tidak diberi
peluang untuk bermain bola dengan teman-temannya sehingga ia akan menghapuskan
perilaku yang dapat membuat dirinya tidak dapat bermain bola lagi.
Perilaku manusia menurut aliran ini semakin diperkuat dengan Social
Learning Theori atau pembelajaran Sosial. Teori ini dikemukankan oleh
Albert Bandura yang mengatakan salah satu sifat manusia ialah meniru (imitate)
tingkahlaku atau tindak tanduk orang lain yang diterima masyarakat (socially
accepted behaviour) dan juga tingkah laku yang tidak diterima masyarakat. Tingkahlaku yang diterima dan tidak diterima
tersebut berbentuk :
a) berbeda antara satu budaya dengan satu budaya
yang lain,
b) berbeda antara individu,
c) berbeda menurut situasi.
dengan demikian, pembelajaran sosial
tidak hanya melibatkan mempelajari tingkahlaku yang diterima tetapi juga
tingkahlaku tidak diterima.
Mengapa Manusia Meniru?
Orang meniru
kerana apa yang dilakukan membawa kepuasan atau ganjaran, yaitu peneguhan.
Bagaimana peneguhan terwujud terdiri atas 3 jenis :
a. Peneguhan Secara Langsung - Individu mendapat ganjaran
seperti pujian kerana dia meniru sesuatu tingkahlaku yang diperhatikan. Misal
anak yang meniru perilaku bapaknya karena dia dipuji dan mengulangi tingkahlaku
tersebut.
b. Peneguhan Mandiri - Individu meniru bukan
kerana ingin dipuji tetapi kerana ingin mencapai cita-citanya sendiri, misal
seorang pelajar meniru cara Edwin Moses (atlit lari Amerika ; pemecah rekor
dunia) dalam berlari, ia melakukan itu bukan untuk dipuji oleh pelatihnya
tetapi untuk membuktikan kepada dirinya bahwa diapun bisa berlari sama persis
dengan Edwin Moses dan ini memberi kepuasan kepadanya.
c. Peneguhan Vikarius - Individu mendapat kepuasan secara tak langsung dengan
meniru orang lain. Individu yang memperhatikan orang lain mendapatkan kepuasan
atau ganjaran karena meniru model, iapun berbuat demikian karena ingin mendapat
peneguhan yang sama. misal. Seorang pelajar memperhatikan rekannya dipuji oleh
gurunya karena menyelesaikan tugas dengan cepat maka mungkin pada waktu lain ia
akan berbuat demikian kerana dia menyangka akan menerima pujian yang sama.
c.
Manusia menurut aliran psikologi kognitif
Manusia dalam konsepsi
psikologi kognitif adalah mahkluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah
stimuli yang diterimanya (homo sapiens). Artinya manusia adalah makhluk
yang berpikir dan tidak pasif dalam merespon lingkungannya serta berusaha
memahai lingkungannya. Lebih tegasnya bahwa manusia adalah organisme aktif yang
menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungannya.
Logika dari
perilaku manusia menurut aliran ini adalah bahwa jiwa manusia menafsirkan
pengalaman indrawi secara aktif melalui proses mencipta, mengorganisasikan,
menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Jadi manusialah yang menentukan
makna stimuli dan bukan stimuli itu sendiri.
Beberapa teori
perilaku menurut aliran ini adalah teori dari Kurt Lewin yang mengatakan bahwa
perilaku manusia bukan sekedar respon dari stimulus melainkan produk dari
berbagi gaya yang mempengaruhinya secara spontan. Gaya tersebut oleh Lewin dirumuskan
dalam B = f ( P. E ). Behavior adalah hasil interaksi antara Persons (
diri orang) dengan Enviroment (lingkungan psikologisnya).
Teori lain dari
aliran ini mengatakan bahwa manusia adalah pencari konsistensi kognitif (consistency
seeker ). Manusia merupakan mahkluk yang mejaga keajegan dalam sistem
kepercayaannya dan diantara sistem kepercayaan dengan perilaku. Asumsi ini
melahirkan teori yang disebut denga disonansi kognitif artinya manusia akan
akan mencari informasi yang mengurangi disonansi ( ketidakcocokan antara dua
kognisi). Manusia bila bertemu dengan informasi yang disonan dengan
keyakinannya maka ia akan menolak, meragukan sumbernya, menacri konsonan atau
mengubahnya.
F.
Manusia menurut aliran psikologi humanistik
Manusia menurut konsepsi
psikologi humanistik adalah mahkluk aktif alam merumuskan strategi
transaksional sengan lingkungannya (homo ludens). Pada asumsi aliran ini
manusia dipandang berada dalam dunia kehidupan ( berupa the I (aku), me (Ku),
my self (diriku)) yang dipersepsi dan diinterprestasi secara subjektif.
Perilaku manusia berpusat pada konsep dirinya berupa persepsi manusia tentang
identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah. Selain itu perilaku
manusia juga didasarkan pada kebutuhannya dalam fungsi untuk mempertahankan,
meningkatkan serta mengaktualisasikan dirinya.
APLIKASI TERHADAP KEPERAWATAN
Aplikasi terhadap keperawatan yang disebabkan oleh faktor perilaku manusia
ini merujuk pada kesehatan jiwa manusia.
Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk
mengungkap faktor penentu yang dapat mempengaruhi perilaku khususnya perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain :
1. Teori Lawrence Green (1980)
Green mencoba menganalisis
perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes)
dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan
atau dibentuk oleh :
1) Faktor
predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2) Faktor
pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
3) Faktor
pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis
perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior itention).
2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social
support).
3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan
atau fasilitas kesehatan (accesebility of information).
4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal
mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy).
5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action
situation).
3. Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
berperilaku tertentu adalah :
1) Pemikiran dan perasaan (thougts
and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan
dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan).
a. Pengetahuan diperoleh dari
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan
sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap
menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap
positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam
suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh
tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti
oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
2) Tokoh
penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang
ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
3) Sumber-sumber daya (resources),
mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
4) Perilaku normal, kebiasaan,
nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan
menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut
kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah,
baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia
Menurut Orem
asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari
kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi
kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini dikenal
dengan teori self care (perawatan diri).
Orang dewasa dapat
merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia dan orang sakit membutuhkan
bantuan untuk memenuhi aktivitas self care mereka. Orem mengklasifikasikan dalam 3 kebutuhan,
yaitu:
1. Universal self care requisites (kebutuhan
perawatan diri universal): kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh manusia
selama siklus kehidupannya seperti kebutuhan fisiologis dan psikososial
termasuk kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, aktivitas, istirahat,
sosial, dan pencegahan bahaya. Hal tersebut dibutuhkan manusia untuk
perkembangan dan pertumbuhan, penyesuaian terhadap lingkungan, dan lainnya yang
berguna bagi kelangsungan hidupnya.
2. Development self care requisites (kebutuhan
perawatan diri pengembangan): kebutuhan yang berhubungan dengan pertumbuhan
manusia dan proses perkembangannya, kondisi, peristiwa yang terjadi selama
variasi tahap dalam siklus kehidupan (misal, bayi prematur dan kehamilan) dan
kejadian yang dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan. Hal ini berguna untuk meningkatkan proses
perkembangan sepanjang siklus hidup.
3. Health deviation self
care requisites (kebutuhan perawatan diri penyimpangan kesehatan):
kebutuhan yang berhubungan dengan genetik atau keturunan,kerusakan struktur
manusia, kerusakan atau penyimpanngan cara, struktur norma, penyimpangan fungsi
atau peran dengan pengaruhnya, diagnosa medis dan penatalaksanaan terukur
beserta pengaruhnya, dan integritas yang dapat mengganggu kemampuan seseorang
untuk melakukan self care.
Tiga jenis kebutuhan tersebut didasarkan oleh beberapa asumsi, yaitu:
- Human
being (Kehidupan manusia): oleh alam, memiliki kebutuhan umum akan
pemenuhan beberapa zat (udara, air, dan makanan) dan untuk mengelola
kondisi kehidupan yang menyokong proses hidup, pembentukan dan
pemeliharaan integritas structural, serta pemeliharaan dan peningkatan
integritas fungsional.
- Perkembangan
manusia: dari kehidupan di dalam rahim hingga pematangan ke dewasaan
memerlukan pembentukan dan pemeliharaan kondisi yang meningkatkan proses
pertumbuhan dan perkembangan di setiap periode dalam daur hidup.
- Kerusakan
genetik maupun perkembangan dan penyimpangan dari struktur normal dan
integritas fungsional serta kesehatan menimbulkan beberapa
persyaratan/permintaan untuk pencegahan, tindakan pengaturan untuk
mengontrol perluasan dan mengurangi dampaknya.
Asuhan keperawatan mandiri dilakukan dengan
memperhatikan tingkat ketergantuangan atau kebutuhan klien dan kemampuan klien.
Oleh karena itu ada 3 tingkatan dalam asuhan keperawatan mandiri, yaitu:
- Perawat
memberi keperawatan total ketika pertama kali asuhan keperawatan dilakukan
karena tingkat ketergantungan klien yang tinggi (sistem pengganti
keseluruhan).
- Perawat dan pasien saling
berkolaborasi dalam tindakan keperawatan (sistem pengganti sebagian).
- Pasien merawat diri sendiri dengan
bimbingan perawat (sistem dukungan/pendidikan).
APLIKASI TEORI OREM
Klien dewasa dengan Diabetes Melitus menurut teori self-care Orem dipandang sebagai
individu yang memiliki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri untuk memenuhi
kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan mencapai kesejahteraan.
Klien dewasa dengan Diabetes Mellitus dapat mencapai sejahtera /
kesehatan yang optimal dengan mengetahui perawatan yang tepat sesuai dengan
kondisi dirinya sendiri. Oleh karena itu, perawat menurut teori self-care
berperan sebagai pendukung/pendidik bagi klien dewasa dengan Diabetes Mellitus
terkontrol untuk tetap mempertahankan kemampuan optimalnya dalam mencapai
sejahtera.
Kondisi klien yang dapat mempengaruhi self-care dapat berasal
dari faktor internal dan eksternal, factor internal meliputi usia, tinggi
badan, berat badan, budaya/suku, status perkawinan, agama, pendidikan, dan
pekerjaan. Adapun factor luar meliputi dukungan keluarga dan budaya masyarakat
dimana klien tinggal.
Klien dengan kondisi tersebut membutuhkan perawatan diri yang
bersifat kontinum atau berkelanjutan. Adanya perawatan diri yang baik akan
mencapai kondisi yang sejahtera, klien membutuhkan 3 kebutuhan selfcare
berdasarkan teori Orem
yaitu:
1. Universal self care requisites (kebutuhan
perawatan diri universal), kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh klien
selama siklus hidupnya dalam mempertahankan kondisi yang seimbang/homeostasis
yang meliputi kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, istirahat, dan
interaksi sosial serta menghadapi resiko yang mengancam kehidupan. Pada klien
DM, kebutuhan tersebut mengalami perubahan yang dapat diminimalkan dengan
melakukan selfcare antara lain melakukan latihan/olahraga, diet yang sesuai,
dan pemantauan kadar glukosa darah.
2. Development self
care requisites (kebutuhan perawatan diri pengembangan), klien dengan
DM mengalami perubahan fungsi perkembangan yang berkaitan dengan fungsi
perannya. Perubahan fisik pada klien dengan DM antara lain, menimbulkan
peningkatan dalam berkemih, rasa haus, selera makan, keletihan, kelemahan, luka
pada kulit yang lama penyembuhannya, infeksi vagina, atau pandangan yang kabur
(jika kadar glukosanya tinggi).
3. Health deviation
self care requisites (kebutuhan perawatan diri penyimpangan kesehatan),
kebutuhan yang berkaitan dengan adanya penyimpangan kesehatan seperti adanya
sindrom hiperglikemik yang dapat menimbulkan kehilangan cairan dan elektrolit
(dehidrasi), hipotensi, perubahan sensori, kejang-kejang, takikardi, dan
hemiparesis. Pada klien dengan DM terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
yang harus dipenuhi dengan kemampuan yang dimiliki. Klien DM akan mengalami
penurunan pola makan dan adanya komplikasi yang dapat mengurangi keharmonisan
pasangan (missal infeksi vagina dan bagian tubuh lainnya).
Ketidakseimbangan baik secara fisik maupun mental yang dialami oleh
klien dengan DM menurut Orem
disebut dengan self-care deficit. Menurut Orem peran perawat dalam hal
ini yaitu mengkaji klien sejauh mana klien mampu untuk merawat dirinya sendiri
dan mengklasifikasikannya sesuai dengan klasifikasi kemampuan klien yang telah
kami sebutkan sebelumnya.
Setelah mengkaji
dan mendapatkan informasi yang lengkap barulah perawat mulai bekerja untuk
mengembalikan kemampuan self-care klien secara optimal sesuai dengan kondisi
aktual klien yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus yang diderita oleh
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Edwi Arief Sosiawan, SIP, MSi
Belum ada tanggapan untuk " Makalah Tentang Psikologi Perilaku Anak "
Post a Comment