Saturday 1 October 2016

Makalah Tentang Psikologi Perilaku Anak


BAB I
PENDAHULUAN 

1.1              LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk sosial, yang kesehariannya selalu berintraksi dengan mahluk lainnya. Baik itu sesama manusia atau lingkungan sekitar nya. Dari sifat sosialnya inilah yang membawa pengaruh terhadap berbagai aspek dari kehidupannya, disadari ataupun tidak disadari, sebagai contoh: orang tua kita dalam mendidik kita kadang terpengaruh oleh orang tuanya ketika mendidiknya, atau seorang guru yang menganut faham gurunya dalam mendidik muridnya.
Dari pengaruh itulah, kadang tanpa disadari kita telah mempelajari psikologi. Yang mana psikologi adalah disiplin ilmu yang didalamnya mempelajari sesuatu yang berhubungan dengan perilaku. Maka sudah sewajarnya kalau Rita L. Atkinson mengatakan kalau “Tidak ada orang pada kini yang mengaku tidak mengenal psikologi”. Maka dari itu penulis mencoba untuk menulis makalah ini yang didalamnya menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan psikologi. Dengan mengangkat judul “objek,ruang lingkup dan manfaat psikologi”

1.2       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pembahasan yang akan dipaparkan dalam makalah ini dengan:
1. Apa psikologi itu?
2. Apa saja objek dan ruang lingkup psikologi itu?
3. Apa manfaat psikologi itu ?

1.3       TUJUAN PENULISAN
Setiap sesuatu pasti mempunyai tujuan, begitu pula dengan makalah ini, penulis menulisnya dengan tujuan:
-          Untuk menjelaskan apa psikologi itu
-          Untuk menjelaskan apa saja objek dan ruang lingkup psikologi itu
-          Untuk menjelaskan ada saja manfaat psikologi 


PEMBAHASAN


2.1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
1.      Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2.      Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
2.2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1.      Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2.      Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3.      Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.

2.3. Domain Perilaku
Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :
1.      Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
a.       Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.
b.      Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
c.       Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.

Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :
a.       Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b.      Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c.       Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
d.      Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.
e.       Sintesa
Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru.


f.       Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi / objek.
2.      Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
a.       Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
b.      Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c.       Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
a.       Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
b.      Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c.       Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d.      Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3.      Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
a.       Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
b.      Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
c.       Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga
4.      Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
a.       Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b.      Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus


c.       Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.      Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e.       Menerima (Adoption)
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.4. Asumsi Determinan Perilaku
Menurut Spranger membagi kepribadian manusia menjadi 6 macam nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Secara rinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya.
Namun demikian realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah pengalaman, keyakinan, sarana/fasilitas, sosial budaya dan sebagainya. Proses terbentuknya perilaku dapat diilustrasikan pada gambar berikut :
·         Pengalaman
·         Keyakinan
·         Fasilitas
·         Sosio-budaya
·         Pengetahuan
·         Persepsi
·         Sikap
·         Keinginan
·         Kehendak
·         Motivasi
·         Niat
2.5. Perilau Manusia menurut Berbagai Aliran
2.5.1. Manusia menurut aliran psikoanalisis
Manusia menurut aliran yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini adalah makhluk yang digerakkan oleh suatu keinginan yang terpendam dalam jiwanya (homo Volens). Aliran psikoanalis secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia, Fokus aliran ini adalah totalitas kepribadian manusia bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah.
Menurut aliran ini, perilaku manusia dianggap sebagai hasil interaksi sub sistim dalam kepribadian manusia yaitu:
1. Id, yaitu bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan cenderung memenuhi kebutuhannya .Bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani yang terdiri dari dua bagian:
1). Libido - insting reproduktif penyediaan energi dasar untuk kegiatan – kegiatan kosntrukstif disebut juga sebagai insting kehidupan (eros)
2). thanatos – insting destruktif dan agresif
2. Ego, berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego Adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Egolah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebgai wujud rasional. Ia bergerak berdasarkan prinsip realitas
3. Super ego
yaitu unsur yang menjadi polisi kepribadian, mewakili sesuatu yang normatif atau ideal super ego disebut juga sebagai hati nurani,merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultur masyarakat. Super ego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlainan dibawah alam sadar.
Dari hal tersebut di atas maka menurut psikoanalis perilaku manusia adalh merupakan interaksi antara komponen biologis / unsur hewani (id), komponen psikologis / unsur akal rasional (ego) dan komponen sosial / unsur moral (super ego ).
b. Manusia menurut aliran behaviorisme
Manusia menurut aliran ini adalah homo mechanicus atau perilakunya digerakkan oleh lingkungannya. Manusia berperilaku sebagai hasil belajar yaitu perubahan perilaku akibat pengaruh dari lingkungannya. Dari sini timbul “teori belajar” dan teori “tabula rasa”. Manusia dalam teori tersebut dianggap sebagai kertas putih atau meja lilin ketika lahir artinya manusia belum memiliki “warna mental”. Pada perkembangannya yang menyebabkan berubahnya dan bertambahnya warna mental tersebut adalah pengalaman. Secara singkat maka aliran ini menekankan bahwa perilaku manusia, kepribadian manusia, serta tempramen didasarkan pada pengalaman inderawi (sensory experience).
Konsep perilaku manusia di atas oleh salah tokoh aliran ini Ivan Pavlov disempurnakan dengan metode yang disebut pelaziman klasik . Pada metode ini perilaku manusia disebabkan adanya stimuli yang terkondisi atau bersifat netral dengan stimuli yang tak terkondisikan. Hipotesis tersebut menunjukkan bahwa organisme bisa diajar bertindak dengan pemberian sesuatu rangsangan. tpUntuk menggambarkan metode ini oleh Pavlov melakukan eksperimen dengan seekor anjing yang dikondisikan dengan stimulus tertentu. Pada akhirnya didapati dalam eksperimen tersebut bahwa apabila anjing melihat bekas makanan maka air liur hewan itu keluar sebagai “hasil belajar' mengaitkan bekas makanan yang dilihat dengan makanan yang akan diberikan kelak. Sebagai contoh illustrasi bahwa setiap kali anak membaca majalah dan orang tuanya mengambil majlah tersebut dengan paksa maka anak tersebut akan benci terhadap majalah.
Konsep tentang perilaku manusia ini kemudian disempurnakan oleh Skinner dengan metode yang disebut operant conditioning (pelaziman operan).
Metode ini menerangkan bahwa apabila organisme menghasilkan sesuatu respon karena mengoper atas stimulus yang diterima disekitarnya. Menurut Skinner, pelaziman operan terdiri daripada dua konsep utama yaitu :
a) Peneguhan (reinforcement ) yang terbagi dalam peneguhan positif dan peneguhan negatif.
· Peneguhan Positif (Positive Reinforcement)
Rangsangan yang bisa menambahkan pengulangan suatu tingkahlaku dan dilakukan berkali-kali disebut sebagai Peneguhan Positif.
Contoh: Pekerja yang mencapai prestasi tinggi dalam kerjanya diberikan bonus. Maka ia kan meningkatkan kinerjanya pada masa berikutnya
· Peneguhan Negatif (Negative Reinforcement)
Bila ada rangsangan yang menyakiti atau yang mewujudkan keadaan tidak mengenakan dan akan dihindari secara berkali-kali disebut sebagai peneguhan negatif. Organisme kemungkinan mengulang tingkahlaku yang dapat mengelak atau mengurangi keadaan yang negatif.
b) Denda (punishment)
Adalah Setiap rangsangan yang menyebabkan pengulangan suatu respon tingkahlaku yang dikurangi atau dihapuskan sama sekali . Contoh: Anak yang tidak membantu ibu tidak diberi peluang untuk bermain bola dengan teman-temannya sehingga ia akan menghapuskan perilaku yang dapat membuat dirinya tidak dapat bermain bola lagi.
Perilaku manusia menurut aliran ini semakin diperkuat dengan Social Learning Theori atau pembelajaran Sosial. Teori ini dikemukankan oleh Albert Bandura yang mengatakan salah satu sifat manusia ialah meniru (imitate) tingkahlaku atau tindak tanduk orang lain yang diterima masyarakat (socially accepted behaviour) dan juga tingkah laku yang tidak diterima masyarakat. Tingkahlaku yang diterima dan tidak diterima tersebut berbentuk :
a) berbeda antara satu budaya dengan satu budaya yang lain,
b) berbeda antara individu,
c) berbeda menurut situasi.
dengan demikian, pembelajaran sosial tidak hanya melibatkan mempelajari tingkahlaku yang diterima tetapi juga tingkahlaku tidak diterima.
Mengapa Manusia Meniru?
Orang meniru kerana apa yang dilakukan membawa kepuasan atau ganjaran, yaitu peneguhan. Bagaimana peneguhan terwujud terdiri atas 3 jenis :
a. Peneguhan Secara Langsung - Individu mendapat ganjaran seperti pujian kerana dia meniru sesuatu tingkahlaku yang diperhatikan. Misal anak yang meniru perilaku bapaknya karena dia dipuji dan mengulangi tingkahlaku tersebut.
b. Peneguhan Mandiri - Individu meniru bukan kerana ingin dipuji tetapi kerana ingin mencapai cita-citanya sendiri, misal seorang pelajar meniru cara Edwin Moses (atlit lari Amerika ; pemecah rekor dunia) dalam berlari, ia melakukan itu bukan untuk dipuji oleh pelatihnya tetapi untuk membuktikan kepada dirinya bahwa diapun bisa berlari sama persis dengan Edwin Moses dan ini memberi kepuasan kepadanya.
c. Peneguhan Vikarius - Individu mendapat kepuasan secara tak langsung dengan meniru orang lain. Individu yang memperhatikan orang lain mendapatkan kepuasan atau ganjaran karena meniru model, iapun berbuat demikian karena ingin mendapat peneguhan yang sama. misal. Seorang pelajar memperhatikan rekannya dipuji oleh gurunya karena menyelesaikan tugas dengan cepat maka mungkin pada waktu lain ia akan berbuat demikian kerana dia menyangka akan menerima pujian yang sama.
c. Manusia menurut aliran psikologi kognitif
Manusia dalam konsepsi psikologi kognitif adalah mahkluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya (homo sapiens). Artinya manusia adalah makhluk yang berpikir dan tidak pasif dalam merespon lingkungannya serta berusaha memahai lingkungannya. Lebih tegasnya bahwa manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungannya.
Logika dari perilaku manusia menurut aliran ini adalah bahwa jiwa manusia menafsirkan pengalaman indrawi secara aktif melalui proses mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi dan mencari makna. Jadi manusialah yang menentukan makna stimuli dan bukan stimuli itu sendiri.
Beberapa teori perilaku menurut aliran ini adalah teori dari Kurt Lewin yang mengatakan bahwa perilaku manusia bukan sekedar respon dari stimulus melainkan produk dari berbagi gaya yang mempengaruhinya secara spontan. Gaya tersebut oleh Lewin dirumuskan dalam B = f ( P. E ). Behavior adalah hasil interaksi antara Persons ( diri orang) dengan Enviroment (lingkungan psikologisnya).
Teori lain dari aliran ini mengatakan bahwa manusia adalah pencari konsistensi kognitif (consistency seeker ). Manusia merupakan mahkluk yang mejaga keajegan dalam sistem kepercayaannya dan diantara sistem kepercayaan dengan perilaku. Asumsi ini melahirkan teori yang disebut denga disonansi kognitif artinya manusia akan akan mencari informasi yang mengurangi disonansi ( ketidakcocokan antara dua kognisi). Manusia bila bertemu dengan informasi yang disonan dengan keyakinannya maka ia akan menolak, meragukan sumbernya, menacri konsonan atau mengubahnya.
F. Manusia menurut aliran psikologi humanistik
Manusia menurut konsepsi psikologi humanistik adalah mahkluk aktif alam merumuskan strategi transaksional sengan lingkungannya (homo ludens). Pada asumsi aliran ini manusia dipandang berada dalam dunia kehidupan ( berupa the I (aku), me (Ku), my self (diriku)) yang dipersepsi dan diinterprestasi secara subjektif. Perilaku manusia berpusat pada konsep dirinya berupa persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah. Selain itu perilaku manusia juga didasarkan pada kebutuhannya dalam fungsi untuk mempertahankan, meningkatkan serta mengaktualisasikan dirinya.


APLIKASI TERHADAP KEPERAWATAN
Aplikasi terhadap keperawatan yang disebabkan oleh faktor perilaku manusia ini merujuk pada kesehatan jiwa manusia.
Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang dapat mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain :
1. Teori Lawrence Green (1980)
Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari :
1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior itention).
2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accesebility of information).
4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy).
5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
3. Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :
1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan).
a. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
2) Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
3) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
4) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia
Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini dikenal dengan teori self care (perawatan diri).
Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia dan orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas self care mereka. Orem mengklasifikasikan dalam 3 kebutuhan, yaitu:
1. Universal self care requisites (kebutuhan perawatan diri universal): kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh manusia selama siklus kehidupannya seperti kebutuhan fisiologis dan psikososial termasuk kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, aktivitas, istirahat, sosial, dan pencegahan bahaya. Hal tersebut dibutuhkan manusia untuk perkembangan dan pertumbuhan, penyesuaian terhadap lingkungan, dan lainnya yang berguna bagi kelangsungan hidupnya.
2. Development self care requisites (kebutuhan perawatan diri pengembangan): kebutuhan yang berhubungan dengan pertumbuhan manusia dan proses perkembangannya, kondisi, peristiwa yang terjadi selama variasi tahap dalam siklus kehidupan (misal, bayi prematur dan kehamilan) dan kejadian yang dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan. Hal ini berguna untuk meningkatkan proses perkembangan sepanjang siklus hidup.
3. Health deviation self care requisites (kebutuhan perawatan diri penyimpangan kesehatan): kebutuhan yang berhubungan dengan genetik atau keturunan,kerusakan struktur manusia, kerusakan atau penyimpanngan cara, struktur norma, penyimpangan fungsi atau peran dengan pengaruhnya, diagnosa medis dan penatalaksanaan terukur beserta pengaruhnya, dan integritas yang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk melakukan self care.
Tiga jenis kebutuhan tersebut didasarkan oleh beberapa asumsi, yaitu:
  1. Human being (Kehidupan manusia): oleh alam, memiliki kebutuhan umum akan pemenuhan beberapa zat (udara, air, dan makanan) dan untuk mengelola kondisi kehidupan yang menyokong proses hidup, pembentukan dan pemeliharaan integritas structural, serta pemeliharaan dan peningkatan integritas fungsional.
  2. Perkembangan manusia: dari kehidupan di dalam rahim hingga pematangan ke dewasaan memerlukan pembentukan dan pemeliharaan kondisi yang meningkatkan proses pertumbuhan dan perkembangan di setiap periode dalam daur hidup.
  3. Kerusakan genetik maupun perkembangan dan penyimpangan dari struktur normal dan integritas fungsional serta kesehatan menimbulkan beberapa persyaratan/permintaan untuk pencegahan, tindakan pengaturan untuk mengontrol perluasan dan mengurangi dampaknya.
Asuhan keperawatan mandiri dilakukan dengan memperhatikan tingkat ketergantuangan atau kebutuhan klien dan kemampuan klien. Oleh karena itu ada 3 tingkatan dalam asuhan keperawatan mandiri, yaitu:
  1. Perawat memberi keperawatan total ketika pertama kali asuhan keperawatan dilakukan karena tingkat ketergantungan klien yang tinggi (sistem pengganti keseluruhan).
  2. Perawat dan pasien saling berkolaborasi dalam tindakan keperawatan (sistem pengganti sebagian).
  3. Pasien merawat diri sendiri dengan bimbingan perawat (sistem dukungan/pendidikan).
APLIKASI TEORI OREM
Klien dewasa dengan Diabetes Melitus menurut teori self-care Orem dipandang sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan mencapai kesejahteraan.
Klien dewasa dengan Diabetes Mellitus dapat mencapai sejahtera / kesehatan yang optimal dengan mengetahui perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi dirinya sendiri. Oleh karena itu, perawat menurut teori self-care berperan sebagai pendukung/pendidik bagi klien dewasa dengan Diabetes Mellitus terkontrol untuk tetap mempertahankan kemampuan optimalnya dalam mencapai sejahtera.
Kondisi klien yang dapat mempengaruhi self-care dapat berasal dari faktor internal dan eksternal, factor internal meliputi usia, tinggi badan, berat badan, budaya/suku, status perkawinan, agama, pendidikan, dan pekerjaan. Adapun factor luar meliputi dukungan keluarga dan budaya masyarakat dimana klien tinggal.
Klien dengan kondisi tersebut membutuhkan perawatan diri yang bersifat kontinum atau berkelanjutan. Adanya perawatan diri yang baik akan mencapai kondisi yang sejahtera, klien membutuhkan 3 kebutuhan selfcare berdasarkan teori Orem yaitu:
1. Universal self care requisites (kebutuhan perawatan diri universal), kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh klien selama siklus hidupnya dalam mempertahankan kondisi yang seimbang/homeostasis yang meliputi kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, istirahat, dan interaksi sosial serta menghadapi resiko yang mengancam kehidupan. Pada klien DM, kebutuhan tersebut mengalami perubahan yang dapat diminimalkan dengan melakukan selfcare antara lain melakukan latihan/olahraga, diet yang sesuai, dan pemantauan kadar glukosa darah.
2. Development self care requisites (kebutuhan perawatan diri pengembangan), klien dengan DM mengalami perubahan fungsi perkembangan yang berkaitan dengan fungsi perannya. Perubahan fisik pada klien dengan DM antara lain, menimbulkan peningkatan dalam berkemih, rasa haus, selera makan, keletihan, kelemahan, luka pada kulit yang lama penyembuhannya, infeksi vagina, atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya tinggi).
3. Health deviation self care requisites (kebutuhan perawatan diri penyimpangan kesehatan), kebutuhan yang berkaitan dengan adanya penyimpangan kesehatan seperti adanya sindrom hiperglikemik yang dapat menimbulkan kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), hipotensi, perubahan sensori, kejang-kejang, takikardi, dan hemiparesis. Pada klien dengan DM terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan yang harus dipenuhi dengan kemampuan yang dimiliki. Klien DM akan mengalami penurunan pola makan dan adanya komplikasi yang dapat mengurangi keharmonisan pasangan (missal infeksi vagina dan bagian tubuh lainnya).
Ketidakseimbangan baik secara fisik maupun mental yang dialami oleh klien dengan DM menurut Orem disebut dengan self-care deficit. Menurut Orem peran perawat dalam hal ini yaitu mengkaji klien sejauh mana klien mampu untuk merawat dirinya sendiri dan mengklasifikasikannya sesuai dengan klasifikasi kemampuan klien yang telah kami sebutkan sebelumnya.
Setelah mengkaji dan mendapatkan informasi yang lengkap barulah perawat mulai bekerja untuk mengembalikan kemampuan self-care klien secara optimal sesuai dengan kondisi aktual klien yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus yang diderita oleh klien.













            DAFTAR PUSTAKA



Psikologi Komunikasi  

Edwi Arief Sosiawan, SIP, MSi          

No comments:

Post a Comment